Kamis, 29 November 2012

Salman Al-Farisi, Sang Pemburu Kebenaran

Assalamualaikum warohmatullahi wabarakatuh.....

Pembaca Zazuly's Blog yang budiman, kisah Salman al-Farisi radhiyallahu �anhu adalah pelajaran berharga bagi pendamba kebahagiaan dunia dan pengharap surga. Al-Imam Ahmad rahimahullah dalam Musnad-nya (5/441) meriwayatkan perjalanan panjang seorang Salman al-Farisi radhiyallahu �anhu dalam mencari hidayah.

Disebutkan bahwa Salman dulunya adalah penyembah api. Ayahnya, selaku kepala suku, menugaskan Salman untuk menjaga api agar terus menyala, tidak boleh padam. Salman pun tidak pernah keluar dari rumahnya, layaknya gadis pingitan.

Suatu hari, Salman disuruh oleh ayahnya untuk mengurus kebun dan menyelesaikan beberapa tugas. Di tengah perjalanan, Salman melewati sebuah gereja. Dia mendengar suara-suara merdu dari dalam gereja. Dia pun masuk dan menyaksikan apa yang dilakukan oleh kaum Nasrani. Salman takjub dan ingin memeluk agama mereka. Dia pun tertahan di situ hingga matahari tenggelam. Salman pun menanyakan asal usul agama tersebut yang ternyata berasal dari Syam.

Ketika pulang, Salman langsung diinterogasi dan dimarahi oleh ayahnya. Dia lalu ditahan di kamar dengan kaki terlilit belenggu dari besi. Walhasil, akhirnya Salman berhasil kabur dari rumah. Berangkatlah ia menuju Sxam bersama kafilah dagang dari Syam yang singgah di daerahnya. Di Syam inilah, Salman memulai sejarah perjalanannya mencari hidayah: agama Islam yang haq, Islam yang dibawa oleh Rasulullah shallallahu �alaihi wasallam.

Di Syam, Salman tinggal bersama seorang penddta di gereja. Ternyata pendeta tersebut adalah orang yang jelek. Di akhir kisah, umat Nasrani menyalib pendeta tersebut.

Salman lalu tinggal bersama seorang pendeta lain yang menggantikan posisi pendeta sebelumnya. Pendeta tersebut adalah orang yang saleh dan baik. Namun, tidak lama berselang, pendeta tersebut tiba ajalnya. Sebelum wafat, dia berwasiat kepada Salman untuk mendatangi seorang saleh di negeri Maushil.
Salman pun segera berangkat ke Maushil dan tinggal bersama orang saleh tersebut. Akan tetapi, tidak lama kemudian orang tersebut wafat. Sebelum meninggal, dia berwasiat kepada Salman agar datang kepada seorang yang saleh di negeri Nashibin.

Tanpa membuang waktu, Salman bergegas menuju Nashibin dan bertemu dengan orang saleh tersebut. Salman lalu tinggal bersamanya. Namun dengan takdir Allah Subhanahu wa Ta�ala, cepat pula ajal menjemput orang ini. Dia pun wafat, setelah sebelumnya memberitahu Salman tentang seorang saleh di daerah Ammuriyah.

Di Ammuriyah, Salman bertemu dan tinggal bersama orang saleh tersebut dalam waktu yang cukup lama. Salman bahkan sempat mencari usaha hingga memiliki beberapa ekor sapi dan kambing. Tatkala ajal tiba, orang saleh tersebut memberitakan bahwa tidak ada lagi di muka bumi ini orang yang saleh seperti dirinya. Namun, dia memberitahu Salman bahwa waktu itu telah datang masa munculnya nabi akhir zaman. Disebutkannya pula ciri-ciri nabi itu: nabi itu muncul di negeri Arab, lalu berhijrah ke daerah yang diapit oleh dua bukit berbatu hitam, di tengahnya terdapat pohon-pohon kurma, nabi itu mau memakan hadiah tetapi tidak mau memakan sedekah, dan di antara kedua pundaknya ada tanda kenabian.

Setelah orang saleh itu wafat, Salman masih tinggal di Ammuriyah beberapa lama. Ketika datang kafilah dagang dari kabilah Kalb, Salman meminta mereka membawanya ke tanah Arab dengan bayaran seluruh sapi dan kambing yang dia miliki. Mereka pun menyetujuinya dan membawa serta Salman. Namun, setibanya mereka di Wadi Qura, mereka menjual Salman sebagai budak kepada seorang Yahudi. Salman pun tinggal di sana beberapa waktu.

Tidak seberapa lama, datanglah sepupu Yahudi itu dari Bani Quraizhah Madinah. Dia pun membeli Salman dan membawanya ke kota Madinah. Sesampainya di sana, Salman langsung mengenali Madinah sebagaimana kriteria yang disebutkan oleh orang saleh dari Ammuriyah.

Di Madinah, Salman disibukkan oleh statusnya sebagai budak. Bersamaan dengan itu, Rasulullah shallallahu �alaihi wasallam sudah diutus sebagai nabi di Makkah, lalu berhijrah ke Madinah.

Singkat kisah, Salman pun berhasil menemui Rasulullah shallallahu �alaihi wasallam di Quba, lalu menemuinya lagi di Madinah untuk melihat ciri-ciri kenabian beliau shallallahu �alaihi wasallam. Semuanya telah diketahui, kecuali satu hal: tanda kenabian di antara kedua pundak beliau.

Pada suatu hari, beliau shallallahu �alaihi wasallam mengantarkan jenazah seorang sahabat ke pekuburan Baqi�. Beliau shallallahu �alaihi wasallam duduk di antara para sahabat. Datanglah Salman lalu mengucapkan salam kepada beliau shallallahu �alaihi wasallam. Tidak sabar, Salman pun langsung berputar ke belakang punggung beliau shallallahu �alaihi wasallam untuk melihat apakah ada tanda kenabian seperti yang disebutkan oleh orang saleh dari Ammuriyah.
Tatkala Rasulullah shallallahu �alaihi wasallam tahu bahwa Salman sedang memastikan sesuatu, beliau pun melepaskan kainnya dari pundak. Salman pun melihat dan mengenali tanda kenabian beliau shallallahu �alaihi wasallam. Salman langsung memeluk beliau sambil menangis dan menceritakan perjalanan panjangnya mencari hidayah, hingga akhirnya Allah Subhanahu wa Ta�ala mempertemukannya dengan Rasulullah shallallahu �alaihi wasallam.
Rasulullah shallallahu �alaihi wasallam takjub dengan kisah Salman dan memintanya untuk menceritakannya kepada para sahabat.
Hadits ini dihasankan oleh asy-Syaikh Muqbil rahimahullah dalam al-Jami� ash-Shahih (1/85).

[Kisah ini diambil dari Majalah Asy Syariah no. 64/VI/1431 H/2010 dalam artikel berjudul "Hidayah at-Taufiq wal Ilham" tulisan Al-Ustadz Muhammad Afifuddin, hal. 26-27]

Source : (http://fadhlihsan.wordpress.com/2010/10/16/salman-al-farisi-sang-pemburu-kebenaran/)

Kisah Seguci Emas

 Assalamualaikum warohmatullahi wabarakatuh.....

Pembaca Zazuly's Blog yang budiman, ada sebuah kisah yang terjadi di masa lampau, sebelum Nabi kita Muhammad Shallallahu �alaihi wa sallam dilahirkan. Kisah yang menggambarkan kepada kita pengertian amanah, kezuhudan, dan kejujuran serta wara� yang sudah sangat langka ditemukan dalam kehidupan manusia di abad ini.


Al-Imam Al-Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallahu �anhu, dia berkata: Rasulullah Shallallahu �alaihi wa sallam bersabda:

???????? ?????? ???? ?????? ???????? ???? ?????????? ?????????? ??????? ???????? ?????????? ??? ??????????? ???????? ?????? ?????? ??????? ???? ??????? ????????? ???????????: ???? ???????? ?????? ???????? ????????????? ??????? ????????? ?????? ???????? ?????? ?????????. ????????? ???????? ???? ?????????: ???????? ???????? ????????? ?????? ???????. ???????????? ????? ?????? ??????? ???????? ??????????? ????????: ????????? ??????? ????? ???????????:?? ???? ???????. ??????? ??????: ??? ?????????. ????? :?? ??????????? ?????????? ???????????? ???????????? ?????? ?????????????? ?????? ????????????

Ada seorang laki-laki membeli sebidang tanah dari seseorang. Ternyata di dalam tanahnya itu terdapat seguci emas. Lalu berkatalah orang yang membeli tanah itu kepadanya: �Ambillah emasmu, sebetulnya aku hanya membeli tanah darimu, bukan membeli emas.� Si pemilik tanah berkata kepadanya: �Bahwasanya saya menjual tanah kepadamu berikut isinya.�

Akhirnya, keduanya menemui seseorang untuk menjadi hakim. Kemudian berkatalah orang yang diangkat sebagai hakim itu: �Apakah kamu berdua mempunyai anak?�
Salah satu dari mereka berkata: �Saya punya seorang anak laki-laki.� Yang lain berkata: �Saya punya seorang anak perempuan.�
Kata sang hakim: �Nikahkanlah mereka berdua dan berilah mereka belanja dari harta ini serta bersedekahlah kalian berdua.�

Sungguh, betapa indah apa yang dikisahkan oleh Rasulullah Shallallahu �alaihi wa sallam ini. Di zaman yang kehidupan serba dinilai dengan materi dan keduniaan. Bahkan hubungan persaudaraan pun dibina di atas kebendaan. Wallahul musta�an.

Dalam hadits ini, Rasulullah Shallallahu �alaihi wa sallam mengisahkan, transaksi yang mereka lakukan berkaitan sebidang tanah. Si penjual merasa yakin bahwa isi tanah itu sudah termasuk dalam transaksi mereka. Sementara si pembeli berkeyakinan sebaliknya; isinya tidak termasuk dalam akad jual beli tersebut.

Kedua lelaki ini tetap bertahan, lebih memilih sikap wara�, tidak mau mengambil dan membelanjakan harta itu, karena adanya kesamaran, apakah halal baginya ataukah haram? Mereka juga tidak saling berlomba mendapatkan harta itu, bahkan menghindarinya.

Simaklah apa yang dikatakan si pembeli tanah: �Ambillah emasmu, sebetulnya aku hanya membeli tanah darimu, bukan membeli emas.�
Barangkali kalau kita yang mengalami, masing-masing akan berusaha cari pembenaran, bukti untuk menunjukkan dirinya lebih berhak terhadap emas tersebut.

Tetapi bukan itu yang ingin kita sampaikan melalui kisah ini. Hadits ini menerangkan ketinggian sikap amanah mereka dan tidak adanya keinginan mereka mengaku-aku sesuatu yang bukan haknya. Juga sikap jujur serta wara� mereka terhadap dunia, tidak berambisi untuk mengangkangi hak yang belum jelas siapa pemiliknya.

Kemudian muamalah mereka yang baik, bukan hanya akhirnya menimbulkan kasih sayang sesama mereka, tetapi menumbuhkan ikatan baru berupa perbesanan, dengan disatukannya mereka melalui perkawinan putra putri mereka. Bahkan, harta tersebut tidak pula keluar dari keluarga besar mereka.

Allahu Akbar.
Bandingkan dengan keadaan sebagian kita di zaman ini, sampai terucap dari mereka: �Mencari yang haram saja sulit, apalagi yang halal?� Subhanallah.
Kemudian, mari perhatikan sabda Rasulullah Shallallahu �alaihi wa sallam dalam hadits An-Nu�man bin Basyir radhiyallahu �anhuma:

?????? ?????? ??? ???????????? ?????? ??? ??????????
�Siapa yang terjatuh ke dalam syubhat (perkara yang samar) berarti dia jatuh ke dalam perkara yang haram.�

Sementara kebanyakan kita, menganggap ringan perkara syubhat ini. Padahal Rasulullah Shallallahu �alaihi wa sallam menyatakan, bahwa siapa yang jatuh ke dalam perkara yang samar itu, bisa jadi dia jatuh ke dalam perkara yang haram.

Orang yang jatuh dalam hal-hal yang meragukan, berani dan tidak memedulikannya, hampir-hampir dia mendekati dan berani pula terhadap perkara yang diharamkan lalu jatuh ke dalamnya.
Rasulullah Shallallahu �alaihi wa sallam sudah menjelaskan pula dalam sabdanya yang lain:

???? ??? ?????????? ????? ??? ?? ??????????
�Tinggalkan apa yang meragukanmu, kepada apa yang tidak meragukanmu.�

Yakni tinggalkanlah apa yang engkau ragu tentangnya, kepada sesuatu yang meyakinkanmu dan kamu tahu bahwa itu tidak mengandung kesamaran. Sedangkan harta yang haram hanya ahi putriku.�

Si pemuda tercengang seraya berkata: �Apa betul ini termasuk syarat? Anda memaafkan saya dan saya menikahi putri anda? Ini anugerah yang besar.�
Pemilik kebun itu melanjutkan: �Kalau kau terima, maka kamu saya maafkan.�
Akhirnya pemuda itu berkata: �Baiklah, saya terima.�

Si pemilik kebun berkata pula: �Supaya saya tidak dianggap menipumu, saya katakan bahwa putriku itu buta, tuli, bisu dan lumpuh tidak mampu berdiri.�
Pemuda itu sekali lagi terperanjat. Namun, apa boleh buat, separuh apel yang ditelannya, kemana akan dia cari gantinya kalau pemiliknya meminta ganti rugi atau menuntut di hadapan Hakim Yang Maha Adil?

�Kalau kau mau, datanglah sesudah �Isya agar bisa kau temui istrimu,� kata pemilik kebun tersebut.

Pemuda itu seolah-olah didorong ke tengah kancah pertempuran yang sengit. Dengan berat dia melangkah memasuki kamar istrinya dan memberi salam.
Sekali lagi pemuda itu kaget luar biasa. Tiba-tiba dia mendengar suara merdu yang menjawab salamnya. Seorang wanita berdiri menjabat tangannya. Pemuda itu masih heran kebingungan, kata mertuanya, putrinya adalah gadis buta, tuli, bisu dan lumpuh. Tetapi gadis ini? Siapa gerangan dia?

Akhirnya dia bertanya siapa gadis itu dan mengapa ayahnya mengatakan begitu rupa tentang putrinya.
Istrinya itu balik bertanya: �Apa yang dikatakan ayahku?�
Kata pemuda itu: �Ayahmu mengatakan kamu buta.�
�Demi Allah, dia tidak dusta. Sungguh, saya tidak pernah melihat kepada sesuatu yang dimurkai Allah Subhanahu wa Ta�ala.�
�Ayahmu mengatakan kamu bisu,� kata pemuda itu.
�Ayahku benar, demi Allah. Saya tidak pernah mengucapkan satu kalimat yang membuat Allah Subhanahu wa Ta�ala murka.�

�Dia katakan kamu tuli.�
�Ayah betul. Demi Allah, saya tidak pernah mendengar kecuali semua yang di dalamnya terdapat ridha Allah Subhanahu wa Ta�ala.�

�Dia katakan kamu lumpuh.�
�Ya. Karena saya tidak pernah melangkahkan kaki saya ini kecuali ke tempat yang diridhai Allah Subhanahu wa Ta�ala.�

Pemuda itu memandangi wajah istrinya, yang bagaikan purnama.
Tak lama dari pernikahan tersebut, lahirlah seorang hamba Allah Subhanahu wa Ta�ala yang shalih, yang memenuhi dunia dengan ilmu dan ketakwaannya. Bayi tersebut diberi nama Nu�man; Nu�man bin Tsabit Abu Hanifah rahimahullahu.

Duhai, sekiranya pemuda muslimin saat ini meniru pemuda Tsabit, ayahanda Al-Imam Abu Hanifah. Duhai, sekiranya para pemudinya seperti sang ibu, dalam �kebutaannya, kebisuan, ketulian, dan kelumpuhannya�.
Demikianlah cara pandang orang-orang shalih terhadap dunia ini. Adakah yang mengambil pelajaran? Wallahul Muwaffiq.

Source: (http://www.darussalaf.or.id/nasehat/kisah-seguci-emas/)